Sejak reformasi digulirkan tahun
1998, maka arti kebijakan arah kebijakan publik dan pembangunan nasional di
Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat besar. Pada zaman Orde Baru,
Pemerintah Pusat mempunyai peran yang sangat dominan dalam penyelenggaraan
negara, sementara Pemerintah Daerah hanya menunggu perintah Pemerintah Pusat
dalam menjalankan roda pemerintahannya. Namun kini, daerah diberikan kewenangan
yang sangta besar di dalam menjalankan roda pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan daerah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Pembangunan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan prinsip otonomi daerah
ini, pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional diarahkan untuk memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan
peningkatan kerja daerah yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
kemasyarakatan dan pelaksanaan pembangunan, guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, melalui strategi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke
seluruh daerah/wilayah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kenyataan yang ada adalah bahwa
pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan justru telah menimbulkan
kesenjangan antara daerah yang begitu tajam. Resources daerah-daerah yang kaya
tidak dapat dinikmati dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh mereka yang mendiami
wilayah/daerah tersebut. Dampak yang timbul adalah tingginya tingkat
ketergantungan pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah tingkat atas (provinsi
dan pemerintah pusat) atas sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah. Dampak
lainnya adalah terabaikannya kemampuan/kemandirian masyarakat lokal di dalam
membangun dan mengelola potensi daerahnya serta tersumbatnya saluran aspirasi
masyarakat yang lebih mencerminkan kondisi nyata dalam kehidupan masyarakat di
daerah, yang mana hal ini akan menghambat peningkatan kehidupan berdemokrasi.
Kondisi lain yang dapat dicermati
dan tidak meratanya pembangunan antar wilayah/daerah sebagaimana dikemukakan di
atas, adalah belum efektif dan optimalnya penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat di mana antara lain disebabkan oleh wilayah pelayanan dan
rentang kendali pemerintahan yang sangat luas serta pertumbuhan ekonomi daerah
yang tidak dapat dipacu untuk melaju/bertumbuh dengan cepat, hal ini
menciptakan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat dan berdampak pada aspek
keamanan dan ketertiban, serta pelayan kepada publik menjadi sangat lambat.
Berdasarkan deskripsi ini,
gagasan pemekaran wilayah dianggap
sebagai strategi yang tepat untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan dibenarkan secara yuridis.
Yang menjadi pertanyaan kini,
apakah calon Provinsi Pulau Sumbawa memenuhi syarat untuk menjadi daerah otonom
baru. Untuk menentukan diperlukan adanya sebuah kajian secara holistik terhadap
syarat yang ada.
Dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal
6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pasal 5 Ayat (1) berbunyi:
“Pembentukan daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi
syarat Administrasi, Teknis dan Fisik kewilayahan.
Untuk pembentukan Provinsi Pulau
Sumbawa harus dipenuhi 3 syarat yaitu:
- Syarat administrasi;
- Syarat teknis;
- Syarat fisik kewilayahan
Yang termasuk dalam syarat
administratif pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa meliputi:
- Aspirasi dari masyarakat yang dituangkan dalam keputusan Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Forum Komunikasi Kelurahan (FKK);
- Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/Kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
- Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi;
- Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
- Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; dan
- Rekomendasi Menteri.
Dalam peraturan pemerintahan
Nomor 78 Tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan Dari Kriteria Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah telah ditentukan bahwa pemberian skor untuk
pembentukan provinsi menggunakan pembanding Provinsi. Provinsi yang akan
menjadi pembanding Provinsi Pulau Sumbawa adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di samping itu, provinsi induk juga akan dibandingkan dengan indikator dari
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dengan demikian, ada 3 data
syarat teknis yang harus dicari dan dianalisis, yaitu data yang berasal dari
Provinsi Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan provinsi induk, yaitu
Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya pulau Lombok.
Data yang berasal dari ketiga
provinsi itu, yang harus dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan Dari
Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah telah ditentukan 11
faktor dan 35 indikator yang harus dianalisi dan dibandingkan antara Provinsi
Pulau Sumbawa dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan antara provinsi induk,
yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Lombok dengan Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Kesebelas faktor itu, meliputi:
- Kemampuan ekonomi;
- Potensi daerah;
- Sosial budaya;
- Sosial politik;
- Kependudukan;
- Luas daerah;
- Pertahanan;
- Keamanan;
- Kemampuan keuangan;
- Tingkat kesejahteraan masyarakat; dan
- Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.
Syarat fisik, meliputi:
- Paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten dan 4 kecamatan untuk pembentukan kota;
- Lokasi calon ibukota;
- Sarana dan prasaran pemerintahan.
Persoalannya, kini apaka ketiga
syarat itu telah dipenuhi oleh calon Provinsi Pulau Sumbawa. Ketiga syarat itu
belum dipenuhi oleh calon Provinsi Pulau Sumbawa. Untuk memenuhi ketiga syarat
itu maka perlu dilakukan kajian daerah secara holistik (menyeluruh). Ada 2
kegiatan yang mendesak untuk dilakukan, yaitu:
- Kajian daerah terhadap syarat teknis pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa; dan
- Kajian terhadap letak lokasi ibukota calon Provinsi Pulau Sumbawa.
Kedua hal di atas, sangat mendesak untuk dikaji, dianalisis, dan dibandingkan. Sehingga dengan adanya hasil analisis dan kajian tiu, dapat diketahui, apakah Provinsi Pulau Sumbawa memenuhi syarat sebagai daerah otonom baru yang terpisah dari induknya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !